Apakah seks itu? Seks dalam arti luas memiliki beberapa makna. Yang pertama adalah pengkategorian wanita dan pria. Contohnya, kalau kita mengisi formulir dalam bahasa Inggris, biasanya untuk menanyakan jenis kelamin dipakai istilah sex. Yang kedua adalah karakter kepriaan dan karakter kewanitaan. Maksudnya, karakter-karakter yang dimiliki oleh pria dan karakter-karakter yang dimiliki oleh wanita. Yang terakhir adalah hubungan suami istri. Pada masa modern ini, banyak sekali sumber informasi tentang seks yang dapat dengan mudah diakses oleh anak-anak, seperti tayangan TV, film, majalah / buku, ataupun internet. Sayangnya, seringkali sumber-sumber tersebut tidak memberikan informasi yang lengkap ataupun jelas sehingga menimbulkan salah persepsi pada diri anak dan menular ke anak lain melalui pergaulan. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk berperan aktif dalam mengajarkan anak tentang seks, karena bila tidak peran itu akan diambil oleh berbagai sumber informasi lain yang belum tentu positif dampaknya bagi anak.
Oleh karena itu pada suatu kesempatan, program “Uciwa Parenting” mengangkat tema pendidikan seks kepada anak dalam bentuk radio talkshow. Berikut adalah salah satu pertanyaan yang muncul ketika topik “Mengajarkan Seks Kepada Anak” dibahas dalam radio talkshow “Uciwa Parenting” :
Pendidikan seks dini seperti apa yang sesuai untuk anak balita?
Sebenarnya cukup banyak hal-hal dasar terkait seks (dalam makna luas) yang perlu diajarkan kepada anak balita. Tapi dari semuanya, yang terpenting adalah membangun persepsi bahwa seks bukanlah hal yang tabu untuk dibicarakan dengan oran tua dan bahwa Allah memandang seksualitas manusia baik adanya (Kej 1 : 31), oleh karena itu seksualitas manusia adalah karunia yang patut disyukuri. Bagaimana cara membangun persepsi tersebut? Salah satu caranya adalah dengan bermain tebak-tebakan nama anggota tubuh dengan anak. Misalnya pada saat orang tua memandikan anak, hal itu dilakukan sambil bermain tebak-tebakan nama anggota tubuh. Orang tua dapat menunjuk anggota tubuh tertentu dari si anak lalu menanyakan “Ini namanya apa?”. Ketika bermain tebak-tebak tersebut, sertakan juga alat kelamin si anak untuk ditebak namanya. Bila kegiatan ini dilakukan dengan cukup rutin dan dalam suasana menyenangkan untuk si anak, hal itu akan membentuk persepsi dalam pikiran anak bahwa pembicaraan terkait alat kelamin bukanlah sesuatu yang tabu. Hal ini adalah dasar yang sangat penting dalam membangun suasana keterbukaan membicarakan seks antara anak dengan orang tua. Karena akan sulit bagi anak untuk dapat terbuka bertanya tentang seks kepada orang tua, bila menyebutkan nama ilmiah dari alat kelaminnya saja ia merasa canggung dan merasa itu tabu untuk dibicarakan dengan orang tuanya.
Selain itu, aktivitas ini juga dapat digunakan untuk melatih anak memandang seksualitasnya dengan penuh syukur. Caranya, saat bermain tebak-tebakan tadi, ketika anak sudah bisa menyebutkan nama ilmiah alat kelaminnya dengan benar dan tidak canggung, orang tua dapat menanyakan kepada anak, “Siapa yang menciptakan itu?” Dengan demikian anak diajar untuk menyadari bahwa alat kelamin juga ciptaan Allah dan Allah memandang ciptaan-Nya baik adanya (Kej 1 : 31). Setelah itu, latih anak untuk mengucapkan kalimat bersyukur yang sederhana karena telah menciptakan alat kelaminnya dengan baik. Misalnya dengan melatih anak mengatakan “Terima kasih ya Allah, telah menciptakan penisku atau vaginaku dengan baik.” Dengan demikian anak akan memandang seksualitasnya memang sebagai anugrah yang diberikan oleh Allah. Namun, sebagaimana mengajarkan hal lain kepada anak, mengajarkan hal-hal seperti ini sampai tertanam dalam pikiran anak tidak bisa hanya dilakukan sekali-sekali, namun perlu berulang-ulang kali dalam berbagai kesempatan (Ul 11 : 19). Selamat mempraktekkan, Tuhan memberkati.
Comments