Ketika anak menunjukkan perilaku yang tidak diinginkan, sangatlah wajar bila orangtua menginginkan perubahan sesegera mungkin. Namun sebelum masuk ke dalam solusi, tentunya akan bijak bila orangtua berusaha memahami konteks dan akar dari perilaku tersebut, agar perubahan perilaku yang dihasilkan tidaklah bersifat temporer melainkan bersifat lebih permanen dan berjangka panjang.
Terkait konteks perilaku, ada beberapa hal yang perlu diketahui orangtua agar memiliki ekspektasi yang realistis terhadap perilaku anak, terutama anak balita :
1. Anak balita berada dalam kelompok usia yang dari segi tahap perkembangan memang belum memiliki kemampuan penuh untuk mengontrol diri sebagaimana anak yang sudah lebih dewasa dari mereka. Cara anak-anak di kelompok usia ini mengeksplor dunia sekitarnya masih sangat terkait dengan indra & pengalaman langsung, terutama dengan tangan. Selain itu, mereka juga masih sulit berdiam diri ataupun berkonsentrasi terhadap satu hal untuk rentang waktu lebih dari 15 menit.
2. Kemampuan berbahasa dan berkomunikasi anak balita masih dalam tahap perkembangan sehingga mereka belum tentu memahami apa yang dikatakan orangtua bila kata-kata yang digunakan bersifat abstrak, seperti kata tanggung jawab, konsisten, dan sejenisnya.
3. Ketika anak mendengar suatu perkataan, anak tidaklah serta merta dapat mengetahui apakah kata tersebut berkonotasi positif atau negatif. Hal tersebut perlu diajarkan kepada anak. Demikian pula bila anak terpapar pada suatu perilaku, belum tentu ia dapat langsung menilai apakah perilaku tersebut dapat diterima oleh orangtua atau tidak. Misalnya, salah seorang teman anak mengajaknya bermain gulat, karena di keluarganya hal tersebut dapat diterima. Bila orangtua memandang jenis permainan tersebut tidak diinginkan namun sebelumnya orangtua tidak pernah menyampaikannya kepada anak, maka kemungkinan besar anak akan memandang bahwa hal tersebut tidak masalah.
Bila orangtua sudah memastikan bahwa ekspektasinya terhadap anak realistis, hal berikutnya yang perlu dilakukan oleh orangtua ketika anak menunjukkan perilaku yang tidak diinginkan adalah meninjau kepercayaan diri anak. Hal tersebut dikarenakan rasa percaya diri yang rendah seringkali menjadi akar dari masalah akademik maupun perilaku negatif, seperti ingin dipuji, pemalu, sulit menerima masukan, sulit memutuskan, berusaha mendominasi ataupun mem-bully anak lain. Untuk membangun kepercayaan diri anak, orangtua perlu membangun lingkungan yang hangat, mendukung serta menghargai anak apa adanya. Bila hal-hal tersebut dilakukan secara konsisten, maka kemungkinan besar perilaku anak akan menjadi semakin positif sejalan dengan waktu.
Namun bagaimana bila orangtua sudah memastikan ekpektasinya terhadap anak adalah realistis dan sudah berusaha cukup lama untuk membangun rasa percaya diri dan perilaku positif pada anak, tapi perilaku negatif anak masih bertahan? Dalam kasus ini, hal pertama yang perlu dilakukan oleh orangtua adalah melakukan observasi terhadap anak agar dapat menghasilkan strategi yang efektif. Observasi ini diperlukan karena kepribadian setiap anak unik dan mereka belajar dan berkembang dengan cara dan kecepatan yang berbeda-beda satu sama lain. Oleh karena itu, strategi yang dikembangkan untuk menangani perilaku anak perlu disesuaikan dengan konteks masing-masing anak : apa yang disukai anak, bagaimana reaksinya pada situasi-situasi atau stimulus-stimulus tertentu, dan lain sebagainya. Untuk mengetahui hal-hal tersebut, orangtua tentunya perlu bersabar dalam mengobsevasi anak.
Bila orangtua sudah memiliki gambaran yang cukup jelas tentang anak, maka orangtua dapat mulai memilih satu atau dua perilaku negatif yang akan ditangani terlebih dahulu agar tidak membebani anak maupun orangtua secara berlebihan. Orangtua dapat memilih perilaku negatif yang paling mengganggu ataupun perilaku negatif yang sepertinya paling mudah diubah. Setelah memilih, orangtua perlu “mengabaikan” perilaku negatif lainnya untuk ditangani secara lebih serius di kemudian hari.
teknik perbaikan perilaku tertentu untuk dipraktekkan. Bila setelah dipraktekkan beberapa lama ternyata teknik yang dipilih tersebut sepertinya tidak efektif, orangtua perlu mempertimbangkan untuk mencoba teknik yang berbeda. Berikut adalah beberapa teknik perbaikan perilaku yang bersifat preventif maupun kuratif yang dapat dilakukan oleh orangtua :
1. Teknik terkait situasi yang memicu perilaku yang tidak diinginkan. Contohnya, berusaha menghindari situasi yang memicu perilaku yang tidak diinginkan, memberikan banyak perhatian kepada anak sebelum situasi tersebut terjadi ataupun menyiapkan beberapa benda ataupun hal yang menarik bagi anak untuk dilakukan bila situasi tersebut tidak terelakkan.
2. Teknik terkait perilaku yang tidak diinginkan (negatif) maupun yang diinginkan (positif). Contohnya, mencontohkan kepada anak perilaku yang diinginkan, memuji anak lain yang mencontohkan perilaku yang diinginkan, memuji anak ketika ia berhasil melakukan perilaku yang diinginkan, atau mengalihkan perhatian anak ketika ia terlihat akan memulai perilaku yang tidak diinginkan.
3. Teknik terkait konsekuensi yang terjadi sebagai akibat langsung dari perilaku anak. Contohnya, secara konsisten menghadiahi anak dengan hal yang mereka sukai ketika mereka menunjukkan perilaku yang diinginkan. Sebaliknya, ketika anak menunjukkan perilaku yang tidak diinginkan, orangtua secara konsisten menghilangkan / mengambil dari anak hal yang disukainya. Anak, terutaman anak balita, sangat membutuhkan pengalaman langsung yang kongkrit untuk menolong mereka memahami konsekuensi. Teknik ini akan menolong anak untuk menyadari bahwa berperilaku positif memiliki dampak yang lebih menyenangkan bagi mereka, sedang perilaku negatif berdampak tidak menyenangkan. Dengan demikian, anak umumnya akan lebih terpacu untuk menunjukkan perilaku positif dan mengurangi perilaku negatif.
Selamat mencoba!
Comments