Dalam perjalanan kta sebagai orangtua, ada kemungkinan kita pernah mengalami atau mendengar orangtua lain mengalami kebingungan dalam menghadapi anaknya yang perilakunya sering menimbulkan masalah. Masalah yang ditimbulkannya, tidak hanya terjadi di rumah, tetapi juga di sekolah. Berbagai hal sepertinya telah dicoba, mulai dari membaca buku parenting sampai mempraktikkan nasihat dari teman dan sanak keluarga. Namun hasilnya tidak memuaskan. Sampai orangtua akhirnya berkesimpulan bahwa anaknya memang jauh lebih sulit diatur dibandingkan kebanyakan anak lainnya, sehingga orangtua merasa habis akal, dan mungkin juga, mengasihani diri.
Bila kita tanyakan kepada orangtua yang mengalami kasus di atas, apa yang ia inginkan, kemungkinan besar jawabnya adalah supaya anaknya bisa lebih mudah diatur. Dengan kata lain, lebih taat kepada orangtua. Tentu, sampai pada batas tertentu, anak perlu taat kepada aturan yang dibuat oleh orangtua karena anak yang masih di bawah umurnya umumnya belum terlalu dapat mengelola emosi dan keinginannya, sehingga adanya aturan dari orangtua menolong untuk menghindarkan anak dari konsekuensi-konsekuensi negatif. Aturan-aturan yang dibuat oleh orangtua pada dasarnya adalah demi kebaikan anak dan keluarga. Namun di sisi lain, sebagai orangtua tentunya kita tidak ingin menjadi orangtua yang otoriter, menuntut ketaatan total dari anak, tanpa memperhatikan dampaknya terhadap kesehatan sosial emosional anak.
Hal itu berarti, kita perlu mengambil jalan tengah dalam hal ketaatan anak dan perilakunya yang kita pandang bermasalah. Untuk itu, yang pertama-tama diperlukan adalah perubahan paradigma tentang anak dan perilakunya, sehingga dapat memandang apa yang dilakukan anak, termasuk masalah-masalah yang ditimbulkannya, secara lebih positif. Perubahan pandangan orangtua terhadap anak dan perilakunya tersebut akan melahirkan sikap orangtua yang berbeda kepada anak, yang kemudian akan membawa hubungan yang lebih baik antara anak dengan orangtua. Hubungan yang lebih baik tersebut akan menghasilan perubahan pada bagaimana cara anak memandang dirinya sendiri, dan hal itu akan terefleksi pada perubahan perilaku anak. Singkatnya, dalam kasus demikian, perubahan perilaku anak dimulai dari perubahan paradigma orangtua tentang anak & sikap orangtua kepada anak yang tercermin pada perubahan hubungan orangtua dengan anak.
Paradigma apa yang perlu diubah dari orangtua terhadap anak, dalam kasus seperti di atas? Orangtua perlu memahami bahwa perlaku bermasalah anak memiliki tujuan, walaupun mungkin anak itu sendiri tidak menyadarinya. Pertanyaannya tentu adalah hal apa yang ingin dicapai anak melalui perilakunya yang menimbulkan masalah? Jawabannya adalah pemenuhan akan kebutuhan emosionalnya, yaitu untuk merasa terhubung, merasa mampu, merasa berharga dan merasa aman.
Bla orangtua memahami bahwa di balik perilaku bermasalah anak terdapat kebutuhan-kebutuhan emosional yang mendasar, maka orangtua akan dapat lebih berempati kepada anak. Berempati tentunya tidak sama dengan menerima dengan buta atau membiarkan. Pikiran dan keyakinan yang salah dalam diri anak, yang mendorongnya menempuh jalan yang salah dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan emosionalnya, perlu diubah. Berempati akan memampukan orangtua untuk lebih bersabar dan pengertian dalam usaha membawa perubahan dalam diri anak melalui ketegasan dan konsistensi. Pada dasaranya pola asuh yang baik adalah pola asuh yang seimbang antara dukungan kepada anak dengan kontrol yang dijalankan orangtua dengan konsisten. Pola asuh yang demikian akan memampukan anak untuk berubah dan bersikap lebih kooperatif.
Comments