Pada saat dilahirkan, seorang bayi memiliki 100 milyar sel di otaknya. Akan tetapi, koneksi di antara sel-sel otak tersebut belum terbentuk secara optimal. Seiring dengan sang bayi bergerak, mempersepsikan sesuatu serta merasakan emosi, maka koneksi antar sel otak tersebut terbangun. Pengalaman yang berbeda akan menghasilkan menghasilkan jalur koneksi antar sel otak yang berbeda. Hal itu berarti, pada seorang bayi, sel-sel otak mana yang terkoneksi akan sangat ditentukan oleh pengalaman individual bayi tersebut. Misalnya, pada diri seorang bayi yang dibesarkan di ruangan yang gelap, tidak akan terbentuk jalur koneksi antar sel otak yang memungkinkannya untuk memiliki kemampuan penglihatan yang normal.
Respon yang penuh kasih terhadap berbagai kebutuhan bayi biasanya akan berpengaruh positif terhadap terbentuknya jalur koneksi antar sel otak, yang memungkinkan sang bayi untuk memahami cara kerja hubungan yang sehat dan penuh kasih. Akan tetapi, bayi yang tidak mengalami respon yang penuh kasih dari orangtua atau pengasuh utamanya, yang jarang digendong, sering diresponi dengan kata-kata kasar, diperlakukan dengan kasar, umumnya akan berkembang menjadi bayi yang penuh ketakutan dan kecemasan. Keberadaan emosi negatif tersebut dalam jangka waktu panjang akan menggangu struktur dan fungsi otaknya.
Hal di atas mengindikasikan bahwa bentuk hubungan bayi dengan orangtua atau pengasuh utamanya berpengaruh terhadap perkembangan struktur biologis sel otaknya. Bahkan menurut beberapa penelitian, semakin lama pola hubungan anak dengan pengasuh utamanya terjadi (baik positif maupun negatif), semakin sulit untuk menghilangkan dampaknya. Bentuk hubungan yang ada antara bayi dan pengasuh utamanya dikenal dengan istilah bentuk kelekatan. Tidak dapat disangkali, kualitas kelekatan antara bayi dengan orangtua merupakan hal yang sangat mempengaruhi perkembangan otak bayi. Penelitian telah menemukan bahwa anak-anak yang masa kecilnya mengalami kelekatan yang sehat dengan pengasuh utamanya, ternyata memiliki ukuran otak yang relatif lebih besar dibandingkan anak-anak yang masa kecilnya tidak mengalami kelekatan yang sehat dengan pengasuh utamanya. Penelitian juga telah menemukan bahwa bayi yang memiliki kelekatan yang sehat dengan pengasuh utamanya umumnya tumbuh menjadi anak yang bahagia dan percaya diri. Hal tersebut dikarenakan, dalam diri mereka tumbuh keyakinan bahwa bila ia mengalami hal yang tidak menyenangkan, maka pengasuh utamanya akan ada untuk mendukungnya. Dengan demikian, ia memiliki perasaan aman untuk mengeksplor dunia sekitarnya dan berkembang secara optimal.
Selain hal di atas, kualitas kelekatan bayi dengan pengasuh utamanya ternyata juga berpengaruh terhadap kemampuannya untuk berhubungan dengan orang lain saat ia dewasa. Bahkan dalam beberapa kasus ekstrim, mereka yang ketika kecil tidak mengalami kelekatan yang sehat dengan pengasuh utamanya, kemudian tumbuh menjadi pelaku kekerasan, baik fisik maupun seksual. Tentu saja, kelekatan dengan pengasuh utama bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi perkembangan anak. Masih ada faktor-faktor lain, seperti faktor genetis, trauma yang dialami ketika masih dalam kandungan ataupun saat dilahirkan, kualitas emosi ibu saat mengadung, frekuensi anak berpindah lingkungan tinggal, pola asuh yang tidak konsisten, dan lain sebagainya. Akan tetapi, menimbang besarnya pengaruh kualitas kelekatan anak dengan pengasuh utamanya, maka sangatlah perlu bagi orangtua untuk mengusahakan keberadaan bentuk kelekatan tersebut, agar anak dapat berkembang dengan baik.
Comments