Anak balita belumlah memiliki kemampuan berpikir rasional yang baik. Oleh karena itu, mereka lebih banyak belajar dengan cara mencontoh (modelling) dibandingkan dengan cara dinasehati secara rasional. Umumnya tokoh yang menjadi contoh bagi anak dalam hal sikap dan perilaku adalah orangtua, guru ataupun teman sebaya. Namun bila ditinjau lebih dalam, mereka bukanlah satu-satunya sumber contoh bagi anak. Berbagai penelitian telah menemukan indikasi bahwa tontonan anak pun ternyata mempengaruhi sikap dan perilaku anak. Tontonan memberikan pengaruh yang besar bagi anak balita bukanlah semata-mata karena tontonan dikemas secara menarik, tetapi juga karena anak balita sedang mengalami proses perkembangan pemahaman akan sikap dan perilaku terhadap berbagai hal yang ada dalam kesehariannya.
Sebuah penelitian menemukan bahwa aktivitas anak-anak kota yang terbanyak, setelah tidur, adalah aktivitas yang terkait dengan layar, baik layar televisi, komputer, tablet maupun telepon genggam. Rata-rata anak balita menghabiskan waktu layar sebanyak 3.5 jam per hari. Bila dibandingkan dengan waktu yang dihabiskan anak balita untuk melakukan aktivitas fisik yang setara dengan olahraga, kesenjangannya sangatlah besar, karena rata-rata anak balita hanya menghabiskan 60 menit seminggu untuk aktivitas yang demikian. Dengan demikian, tidaklah mengherankan bila semakin banyak anak balita yang tumbuh menjadi anak dan remaja yang mengalami obsesitas. Bahkan sebuah penelitian telah mengindikasikan bahwa untuk setiap tambahan 1 jam waktu layar, resiko obesitas anak meningkat sebanyak 2% (Dietz & Gortmaker, 1985).
Kesadaran orangtua untuk memperhatikan dan menyeleksi tontonan anak sesungguhnya secara umum semakin besar dari hari ke hari. Namun ada satu jenis tontonan anak yang masih belum banyak terperhatikan oleh orangtua, yaitu iklan komersial di televisi. Sebuah penelitian (Byrd-Bredbenner & Grasso, 2000) telah mengindikasikan bahwa iklan komersial televisi memiliki pengaruh yang besar terhadap kesehatan anak, khususnya dalam hal preferensi makanan. Hal tersebut dikarenakan, sebagian besar iklan komersial televisi yang ditargetkan untuk anak balita, adalah iklan komersial untuk makanan bernutrisi rendah, terutama makanan ringan / snack yang tinggi sodium serta lemak & kandungan gula, dan rendah serat maupun beberapa mineral dan vitamin yang diperlukan anak, seperti magnesium, vitamin E, dan lain sebagainya.
Karena keterbatasannya untuk berpikir secara rasional, ada anak yang mempercayai sepenuhnya pesan iklan yang ditontonnya, ada juga yang mempercayainya sebagian saja, tergantung dari seberapa besar input yang mereka terima dari orang dewasa di sekitarnya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila persepsi anak balita akan makanan sehat dan kebiasaan makan sehat makin menurun, sedang konsumsi akan makanan rendah nutrisi terus meningkat. Dampak negatif dari hal tersebut sangatlah bervariasi, mulai dari meningkatnya resiko obesitas dan kerusakan gigi pada usia balita, keterbatasan pencapaian akademik di usia sekolah, sampai kepada meningkatnya resiko diabetes, penyakit jantung dan kanker, ketika anak balita tersebut telah menjadi dewasa.
Oleh karena itu, kontrol orangtua terhadap konsumsi anak akan iklan komersial TV sangatlah penting bagi perkembangan kesehatan anak. Dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara kontrol dan dukungan kasih, agar hubungan orangtua – anak tidak didominasi oleh konflik. Hal itu dikarenakan, umumnya anak balita lebih termotivasi untuk mengikuti aturan orangtua bila hubungan anak – orangtua bersifat hangat. Kehangatan hubungan orangtua – anak akan menolong anak untuk berkembang dengan baik, termasuk dalam persepsi dan perilaku terkait kesehatan.
Comments