top of page

KOMUNIKASI POSITIF DENGAN BALITA



Anak balita umumnya sedang senang sekali berbicara. Hal tersebut dikarenakan mereka sedang memiliki keingintahuan yang sangat besar tentang dunia sekitarnya. Agar anak dapat mengembangkan persepsi yang positif tentang dunia sekitarnya dan juga tentang dirinya, orangtua perlu berkomunikasi secara positif dengan anak balita secara rutin. Selain itu, penelitian juga telah menemukan bahwa ketika orangtua berkomunikasi secara positif dengan anak, anak cenderung tidak melakukan tindakan-tindakan yang menimbulkan konflik. Berikut adalah beberapa panduan umum terkait itu.


1. Pada saat anak berbicara, sedapat mungkin hentikan kegiatan yang sedang orangtua lakukan. Termasuk bila anak menceritakan sesuatu yang sudah pernah ia ceritakan sebelumnya. Menceritakan sesuatu berulang kali merupakan salah satu cara balita untuk memproses pengalamannya sehingga mereka dapat memahaminya.


2. Anak balita umumnya belum terlalu mampu untuk bercerita dengan urutan yang tepat. Bila hal itu terjadi, orangtua perlu berusaha untuk tetap mendengarkan anak dengan penuh perhatian, karena hal itu akan membangun nilai diri anak.


3. Anak balita umumnya mengeksplor dunianya melalui bermain peran dan imaginasi. Tidak jarang pula mereka menceritakan pengalaman yang bersifat imaginatif. Ketika ini terjadi, gali lebih jauh pengalaman serta pikiran dan perasaan anak terkait pengalamannya tersebut, baik yang brsifat positif maupun negatif. Dengan demikian, anak akan terstimulasi mengekspresikan pikiran dan perasaannya melalui kata-kata.


4. Anak balita umumnya sering berbicara dengan dirinya sendiri (self-talk) saat bermain ataupun melakukan kegiatan lainnya. Hal ini sangatlah normal. Biasanya hal ini akan hilang seiring dengan bertambahnya usia anak. Oleh karena itu, bila hal ini terjadi pada anak, biarkan saja, orangtua tidak perlu khawatir.


5. Pada usia balita, umumnya kemampuan anak untuk memahami kata-kata sudah cukup berkembang. Namun demikian, anak tetap akan menggunakan bahasa tubuh dan ekspresi wajah dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, pada saat berkomunikasi dengan anak, orangtua perlu mengusahakan agar ekspresi wajah dan bahasa tubuhnya sesuai dengan pesan verbal yang ingin orangtua sampaikan. Selain itu, orangtua juga perlu berusaha memahami bahasa tubuh dan ekspresi wajah anak dalam berkomunikasi.


6. Bila orangtua menggunakan kalimat kompleks, sangatlah normal bila anak tidak memahaminya. Misalnya, cukup banyak balita yang tidak dapat memahami kalimat “Nak, ambil tasmu dan letakkan di lemari”. Sebagai alternatifnya, orangtua dapat berkata, “Nak, ambil tasmu”, dan setelah hal itu dilakukan anak, barulah orangtua melanjutkan dengan kalimat berikutnya, “Sekarang, letakkan tasmu di lemari ya”.


7. Bila anak menanyakan sesuatu yang terkesan sepele ataupun mengada-ada, sedapat mungkin usahakan untuk tetap meresponi anak dengan baik. Hal itu akan mendorong anak untuk tetap bertanya tentang dunianya dan pengalamannya, sehingga pemahaman anak dapat berkembang. Bila orangtua tidak mengetahui jawaban atas pertanyaan anak, tidak perlu berkecil hati. Orangtua dapat berusaha mencari jawabannya bersama-sama dengan anak. Misalnya, orangtua dapat berkata, “Hmm, itu pertanyaan yang sangat menarik, mari kita cari tahu jawabannya. Siapa ya kira-kira yang bisa kita tanyai tentang hal itu?” Dengan demikian, anak belajar bahwa orangtua bukanlah sosok yang serba tahu, dan bahwa tidak memiliki jawaban atas suatu pertanyaan merupakan hal yang normal. Namun di sisi lain, anak juga belajar untuk berusaha mencari jawaban atas pertanyaan yang ia miliki.


Selamat berkomunikasi dengan anak secara positif !

1 view
bottom of page