top of page

MENANGANI TUNTUTAN EGOISTIK ANAK



Sebagai orangtua, tentu kita tidak ingin anak kita berperilaku egois, menuntut berbagai hal langsung berjalan seperti yang ia inginkan. Semua orangtua pasti menginginkan anaknya belajar memahami perasaan orang lain, bukan hanya memikirkan perasaan dan keinginannya sendiri. Namun, kemungkinan besar setiap anak akan pernah menunjukkan tuntutan yang egoistik dari waktu ke waktu dengan alasan dan dalam bentuk yang berbeda-beda. Kalimat-kalimat seperti, “Pokoknya aku mau dibeliin mainan baru hari ini, aku ga mau nunggu sampai naik kelas!”, kemungkinan akan pernah diucapkan oleh anak dengan frekuensi yang berbeda-beda. Bila anak cenderung menunjukkan sikap menuntut yang egoistik, orangtua perlu menyadari bahwa sikap tersebut umumnya tidak dapat hilang dengan sendirinya, tanpa ada intervensi dari luar. Semakin lama sikap egoistik anak dibiarkan, akan semakin sulit mengubahnya. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua bila anak menuntut secara egoistik.


Hal yang pertama dan terutama perlu diperhatikan oleh orangtua adalah bahwa orangtua sebaiknya tidak menuruti tuntutan anak bila anak menunjukkan sikap menuntut yang egoistik, walaupun sebagai akibatnya, kondisi dapat berkembang menjadi tidak nyaman bagi orangtua. Karena, bila orangtua lebih mementingkan kenyamanannya sendiri dan terus-menerus memenuhi tuntutan anak yang egoistik, kemungkinan besar anak akan tumbuh menjadi orang dewasa yang juga egois. Bahkan, di beberapa kasus ekstrim, anak yang dibiarkan bersikap egois lalu berkembang menjadi orang dewasa yang agresif.


Bila anak menuntut secara egoistik, orangtua justru perlu menolong anak untuk belajar bahwa sikap tersebut tidak akan mendatangkan apa yang ia inginkan. Dalam kondisi demikian, orangtua perlu dengan tegas menolak memenuhi tuntutan anak saat itu dan menyatakan kepada anak bahwa sikap seperti itu tidaklah baik. Bila sebagai akibatnya anak menjadi marah atau bahkan tantrum, orangtua sebaiknya tidak usah terlalu memberikan perhatian kepada apa yang anak katakan atau lakukan. Dengan demikian, anak akan belajar bahwa sikap tersebut tidak akan mendatangkan apa yang ia inginkan.


Namun melakukan hal itu saja tidaklah cukup. Setelah anak tenang, orangtua sebaiknya menyepakati dengan anak jadwal untuk mendiskusikan apa yang diinginkan anak. Pada saat diskusi tersebut, orangtua dapat memberikan pengertian kepada anak bahwa memiliki keinginan adalah hal yang wajar, namun setiap keinginan perlu disampaikan dengan cara yang menghormati perasaan orang lain.


Selain hal-hal di atas, hal lain yang dapat dilakukan oleh orangtua untuk membangun pada anak sikap toleran dan mau mengerti keadaan orang lain, adalah mengevaluasi sikapnya sendiri, untuk memastikan bahwa ia mencontohkan sikap yang baik kepada anak, bukan mencontohkan keegoisan. Ada baiknya orangtua saling mengevaluasi sebagai pasangan agar dapat lebih obyektif. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah orangtua juga perlu memuji anak ketika ia menunjukkan sikap tersebut. Misalnya, orangtua dapat berkata “Terima kasih ya, kamu tidak memaksakan untuk dibelikan mainan tadi”.


Semua cara penanganan tersebut perlu dilakukan orangtua secara konsisten, agar anak tidak bingung. Oleh karena itu, idealnya kedua orangtua menyepakati terlebih dahulu pendekatan ini sebelum dipraktekkan kepada anak. Bila hal-hal tersebut dilakukan orangtua secara konsiten, maka seiring dengan waktu, dalam diri anak akan tertanam sikap toleran, fleksibel dan mau mengerti perasaan orang lain. Pada prinsipnya, semakin dini orangtua melatih anak untuk tidak bersikap egoistik, akan semakin semakin memudahkan orangtua untuk mendidik anak nantinya. Usaha yang dilakukan orangtua ketika anak masih kecil, akan dirasakan buahnya ketika anak telah dewasa nanti.

1 view
bottom of page