
Perceraian merupakan suatu peristiwa yang dampaknya tidak hanya dialami oleh pasangan yang bercerai, tapi umumnya juga dialami oleh anak, bahkan dalam beberapa kasus, meluas kepada orangtua dan keluarga besar pasangan tersebut. Dalam banyak kasus, perceraian merupakan pengalaman yang menakutkan dan menyedihkan, terutama bagi anak, karena tidak jarang salah satu konsekuensinya adalah kehilangan hubungan dengan salah satu dari orangtuanya. Tidak hanya itu, perceraian juga tidak jarang menimbulkan kepesimisan anak terhadap tingkat keberhasilan hubungan yang intim dan keharmonisan keluarga. Bahkan, terdapat indikasi bahwa perceraian orangtua pada umumnya melipatgandakan kemungkinan anak untuk juga bercerai ketika mereka telah berkeluarga nanti (Amato & Deboer, 2001). Oleh karena itu, sangatlah dapat dimengerti mengapa Tuhan tidak menginginkan perceraian terjadi.
Namun di sisi lain, tidak dapat dipungkiri bahwa tingkat perceraian di banyak negara terus meningkat. Walaupun tidak disukai dan tidak diharapkan, fenomena ini merupakan realita yang ada. Oleh karena itu, mau tidak mau masyarakat secara umum perlu belajar bagaimana mengelola berbagai hal terkait perceraian agar dampak negatifnya dapat diminimalkan. Di beberapa negara yang memiliki tingkat perceraian tinggi, berbagai layanan terkait perceraian, seperti jasa mediasi ataupun layanan edukasi parenting bagi para single-parents akibat perceraian, sudah lazim ditemui.
Fenomena bertumbuhnya tingkat perceraian juga mulai terlihat juga di kota-kota besar di Indonesia, terutama di ibukota Jakarta yang pola kehidupan masyarakatnya semakin bergeser ke arah pencapaian dan kepuasan individu, sehingga keharmonisan keluarga dinomorduakan.
Namun di tengah gambaran yang suram ini, ada secercah titik terang. Penelitian telah menemukan bahwa dampak perceraian tidaklah seragam pada setiap anak. Dalam beberapa kasus, walaupun keluarga mengalami masa yang sulit akibat perceraian, namun berkat usaha yang gigih, hasil akhirnya dapat positif, termasuk bagi anak. Pengalaman keluarga-keluarga ini memberikan pengharapan bagi keluarga yang tengah bergumul akibat perceraian bahwa badai yang dialami dapat dilewati dengan membawa dampak yang baik bagi keluarga.
Salah satu hal yang paling mempengaruhi dampak perceraian pada anak adalah kehidupan keluarga setelah perceraian terjadi. Oleh karena itu, bila perceraian tidak terelakkan, orangtua perlu berusaha untuk meminimalkan dampak negatif dari peristiwa tersebut pada anak dengan menunjukkan bahwa walaupun mereka bercerai namun komitmen mereka berdua akan pengasuhan terhadap anak tidak berubah. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orangtua untuk meminimalkan dampak negatif perceraian pada anak :
1. Pasangan sedapat mungkin berusaha memperlakukan satu sama lain dengan baik dan memberikan komentar yang positif tentang satu sama lain di hadapan anak. Misalnya, “Papa / mama sangat bangga terhadap apa yang kamu lakukan dan papa / mama yakin kalau papa / mama tahu, ia juga pasti akan bangga terhadap kamu”.
2. Anak sedapat mungkin tidak dilibatkan dalam pertengkaran orangtua dan dihindarkan dari keharusan untuk memilih kepada siapa ia memberikan dukungan.
3. Orangtua yang tinggal bersama anak sedapat mungkin berusaha untuk memiliki kualitas hubungan yang akrab dan baik dengan anak, dan orangtua yang tidak lagi tinggal bersama anak sedapat mungkin tetap terlibat dalam kehidupan anak.
4. Anak sedapat mungkin dihindarkan untuk diposisikan sebagai orang dewasa yang dapat menolong orangtua mengatasi kesedihan pribadinya.
5. Hubungan anak yang dekat dengan kakak atau adiknya akan menolong anak mengatasi ketakutan dan kesedihan yang dialaminya, karena dalam konteks tersebut, kakak atau adik dapat berperan sebagai social support bagi satu sama lain.
Terlepas dari hal-hal tersebut, pada prinsipnya setiap pasangan perlu mengusahakan sedapat mungkin terbangunnya hubungan keluarga yang harmonis, karena bila tidak, seringkali dampaknya akan sulit dan menyakitkan bagi semua anggota keluarga, terutama bagi anak.
Comments