Masa remaja adalah masa dimana peran teman sebaya (peer) mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Sebelum masa remaja, lingkup pertemanan umumnya lebih luas. Seorang anak SD misalnya, biasanya dapat dengan mudah berteman dengan hampir semua anak di kelasnya. Begitu memasuki masa remaja, lingkup pertemanan cenderung menyempit namun mendalam. Seorang remaja cenderung berteman dengan beberapa orang saja, dengan siapa ia secara rutin menghabiskan waktu senggangnya, baik untuk beraktivitas maupun untuk sekedar mengobrol dan bercanda. Bukanlah hal yang tidak umum misalnya, seorang remaja putri menghabiskan waktu yang lama untuk chatting di internet ataupun mengobrol di telpon dengan temannya.
Sekelompok orang dengan siapa remaja rutin menghabiskan waktunya, dikenal dengan sebutan peer group. Peer group merupakan sumber pemenuhan terbesar dari kebutuhan remaja akan harga diri dan keakraban. Oleh karena itu, bukanlah hal aneh bila banyak remaja terdorong untuk meniru karakter yang dominan dalam peer group-nya. Bagi remaja, dihargai oleh peer group-nya merupakan hal yang sangat penting. Kecenderungan akan konformitas terhadap karakter peer group tersebut dapat dijumpai pada hampir semua aspek kehidupan remaja, seperti gaya berpakaian, pemilihan musik, bahasa yang digunakan, pemilihan aktivitas bahkan juga pada nilai-nilai hidup.
Peningkatan pengaruh peer group ini biasanya dibarengi dengan penurunan pengaruh orang tua pada masa remaja. Hal ini dikarenakan, masa remaja sesungguhnya merupakan masa transisi yang berfungsi untuk melepaskan remaja dari kelekatannya kepada orang tua ketika ia masih anak-anak, menjadi kelekatan kepada teman, untuk kemudian menjadi kelekatan kepada pasangan hidupnya di masa dewasa. Hal ini sesuai dengan rancangan Allah bahwa ketika seseorang menikah maka sejak itu, kelekatannya yang terutama adalah kepada pasangannya, bukan lagi kepada orang tuanya (Kejadian 2 : 24). Secara umum, sejak remaja memasuki usia 12 tahun, pengaruh orang tua terhadap remaja akan terus menurun, dan sebaliknya, pengaruh peer group terus mengalami lonjakan. Kondisi ini mencapai puncaknya ketika remaja berusia 15 tahun. Setelah itu, pengaruh peer group mulai menurun sampai akhirnya remaja menjadi lebih dewasa dan mandiri sejak memasuki usia 18 tahun.
Keberadaan peer group itu sendiri sebenarnya bersifat netral. Peer group menjadi bersifat positif ataupun negatif tergantung dari dampaknya terhadap remaja. Bila peer group menjadi sarana bagi remaja untuk menajamkan keterampilan sosialnya, di samping sebagai sarana pemenuhan kebutuhan akan harga diri dan keakraban, maka peer group menjadi sesuatu yang bersifat positif bagi remaja. Namun bila peer group malah mendorong remaja ke arah hal-hal yang bersifat negatif, tentunya peer group tersebut menjadi sesuatu bersifat negatif. Dengan demikian, sesungguhnya peer group dapat menjadi perpanjangan tangan orang tua dalam mendidik remajanya. Untuk mencapai itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh orang tua, antara lain :
Bijaksana dalam memilih lingkungan yang dapat mempengaruhi remaja, baik lingkungan rumah, sekolah maupun gereja. Dalam memilih lokasi rumah, orang tua perlu mempertimbangkan keberadaan dan karakter remaja-remaja yang berada dalam jarak yang terjangkau dari rumah, karena mereka berpotensi menjadi peer group si buah hati. Demikian pula dalam memilih sekolah dan gereja, keberadaan dan karakter dari remaja-remaja yang ada dalam kedua institusi tersebut perlu dipertimbangkan.
Memberikan contoh lingkungan pergaulan yang baik serta memberikan masukan kepada remaja tentang pengaruh peer group kepada dirinya dengan cara yang dapat diterima oleh remaja.
Menanamkan nilai-nilai moral yang baik serta konsep diri yang sehat kepada anak sejak dini sehingga ketika ia remaja, nilai-nilai serta konsep diri tersebut sudah tertanam kuat dalam dirinya dan menjadi tameng terhadap tekanan pengaruh peer group yang negatif.
Comments